SERANG – siberone.co.id
Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengungkapkan, rasio ketergantungan di Provinsi Banten berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 2025 akan mencapai 43,9 persen, atau mendekati proyeksi rasio ketergantungan Nasional periode 2028-2031 yang di angka 44 persen. Peningkatan perekonomian yang disebabkan oleh menurunnya rasio ketergantungan ini merupakan hasil yang didapat Indonesia secara Nasional dari apa yang disebut sebagai bonus demografi.
“Bonus demografi itu kan potensi pertumbuhan ekonomi yang tercipta akibat perubahan struktur umur terdidik, dimana proporsi usia kerja lebih besar dari usia bukan usia kerja. Jadi semakin turun rasio ketergantungannya berarti semakin bagus perekonomiannya,” kata Andika dalam paparannya tentang Bonus Demografi pada kegiatan Program Aktualisasi Mahasiswa FISIP (Proaktif) yang digelar secara virtual oleh BEM FISIP Untirta sebagai pengenalan kehidupan kampus kepada mahasiswa baru 2021 di fakultas tersebut, Jumat (20/8).
Diungkapkan Andika, Bappenas menyebutkan bahwa Indonesia akan mengalami periode bonus demografi pada tahun 2030-2040. Keadaan ini didapatkan sebagai hasil dari program Keluarga Berencana (KB) yang dicanangkan sejak akhir tahun 1970-an. Sementara menurut BPS bonus demografi di Indonesia akan terjadi di antara tahun 2020-2030 dan puncaknya pada tahun 2028.
Masih mengutip data BPS, andika mengatakan, rasio ketergantungan Indonesia terus menurun, dimana pada tahun 1971 rasio ketergantungan mencapai 86% menurun menjadi 54 % pada tahun 2000. Lalu, proyeksi rasio ketergantungan tahun 2028-2031 mencapai 44 persen, yang artinya setiap 100 orang bekerja hanya menanggung 44 usia non produktif. “Di Banten, diproyeksikan oleh BPS itu tadi pada tahun 2025 atau 4 tahun mendatang rasio ketergantungannya 43,9 persen atau mendekati angka Nasional yang 44 persen di tahun 2028,” paparnya.
Dipaparkan Andika, proses terciptanya bonus demografi menyediakan landasan yang ideal bagi penentu kebijakan, perencana pembangunan dan semua pemangku kepentingan untuk berinvestasi pada sumber daya manusia, dimana yang paling utama adalah investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan keterampilan dan produktivitas yang tinggi yang bisa diserap pasar kerja.
Meski begitu, lanjutnya, bonus demografi tidak secara otomatis meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melainkan tergantung dari banyak faktor, terutama dari sisi kualitas usia produktif dan tenaga kerja. “Karena itu harus ada upaya besar-besaran untuk meningkatkan kualitas modal manusia, yakni penduduk usia produktif agar sehat, cerdas, dan produktif,” imbuhnya.
Menurut Andika, terdapat sekurangnya empat faktor penentu keberhasilan untuk meraih bonus demografi. Pertama, aksesibilitas dan pendidikan yang berkualitas dimana pendidikan merupakan komponen paling utama karena pendidikan akan mengubah pola pikir masyarakat menjadi lebih baik dan terarah. Kedua, ketersediaan lapangan pekerjaan, dimana lapangan pekerjaan sangat berperan karena merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Ketiga, lanjutnya, program pelayanan kesehatan masyarakat yang berkualitas dimana pembangunan sumber daya manusia selain dipengaruhi aspek pendidikan juga dipengaruhi oleh aspek kesehatan. Terakhir, bonus demografi harus dipersiapkan oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan stakeholder dalam merumuskan kebijakan pembangunan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing. Red